Pluralisme Moral dalam Seni Drag Queen (Analisa Kritis Teori Pengakuan Sosial Axel Honneth Melalui Aktor Cross Dresser)
Dalam dunia sosial, fenomena penerimaan moralitas dan toleransi dapat menjadi sebuah kajian budaya yang unik dalam memberikan representasi komunikasi pada kehidupan masyarakat multikultural. Sikap dan penerimaan terhadap seni dragqueen sebagai sebuah entitas budaya dan persona aktor menjadi sebuah tinjauan menarik dari sudut pluralisme moral. Persoalan ini menjadi sebuah tantangan dalam melihat seni sebagai medium yang dapat memberikan wajah baru pada bentuk penerimaan sosial terhadap pluralisme moral dan toleransi melalui teori social recognition Axel Honneth, dengan metodologi kritik sosial, dan metode fenomenologi. Melalui teori ini peneliti memetakan beberapa pemikiran (insight mapping), menggali kedalaman kritis fenomena, melalui kajian-kajian teori yang mengarah pada pemahaman pluralisme moral. Peneliti tidak mencoba untuk memberikan justifikasi pada seni dan aktor crossdresser, serta tidak menaruh kecurigaan pada kepentingan kelompok tertentu dalam penerimaan pluralisme moral dan toleransi.Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa pluralisme moral adalah hal yang sah, namun tidak bisa dibiarkan didominasi oleh pandangan moral absolut dan dominan. Hanya dengan pengakuan sosial dan respect terhadap multikulturalisme terhadap keluhuran martabat manusia sebagai pribadi. Dalam hal ini, masalah penerimaan menjadi sebuah praksis moral yang perlu didiskusikan dalam kontek masyarakat multicultural. Maka dari itu, peneliti mengemukakan kabaruan tentang social recognition milik Axel Honneth yang sebelumnya telah melampaui pemikiran Mead dan Habermas bahwa pluralism moral harus dihargai karena fenomena itu ada, sehingga social recognition tidak memberikan tempat pada “disagree” . Peneliti memiliki kebaruan (novelty) bahwa social recognition berhasil menjelaskan pluralisme moral dalam konteks masyarakat multikultural. Axel honneth menukik pada sintesa Habermas (universalizable interest) yang sebelumnya meramu psikologi sosial milik Mead dalam dunia kehidupan yang lebih civil society. Peneliti membuka ruang bagi nilai-nilai pengakuan sosial dalam masyarakat multikultural telah merefleksikan rasionalitas komunikasi Habermas, selanjutnya menjadi sebuah contoh konkret untuk mengklaim social recognition memberikan tempat pada “agree to disagree” melalui sikap respect. Selanjutnya, nilai - nilai tersebut dapat dibangun melalui kontribusi seni sebagai medium komunikasi, agar memiliki konten performa yang mengacu pada sikap respect, dan moral baik pada nilai multikultural Indonesia. Akhirnya, social recognition menjadi salah satu kompetensi komunikasi yang penting saat ini agar dicita-citakan mendapatkan tempat dan literasi yang baik di ruang publik
Detail Information
Citation
Geofakta Razali. (2021).
Pluralisme Moral dalam Seni Drag Queen (Analisa Kritis Teori Pengakuan Sosial Axel Honneth Melalui Aktor Cross Dresser)().Jakarta:
Geofakta Razali.
Pluralisme Moral dalam Seni Drag Queen (Analisa Kritis Teori Pengakuan Sosial Axel Honneth Melalui Aktor Cross Dresser)().Jakarta:,2021.Disertasi
Geofakta Razali.
Pluralisme Moral dalam Seni Drag Queen (Analisa Kritis Teori Pengakuan Sosial Axel Honneth Melalui Aktor Cross Dresser)().Jakarta:,2021.Disertasi
Geofakta Razali.
Pluralisme Moral dalam Seni Drag Queen (Analisa Kritis Teori Pengakuan Sosial Axel Honneth Melalui Aktor Cross Dresser)().Jakarta:,2021.Disertasi